Kamis, 19 Februari 2009

Keraton SOLO: Nilai Mistis Yang Tak Pernah Habis


SURAKARTA-LENSA, Solo atau yang dikenal dengan Surakarta merupakan salah satu kota budaya yang termasyhur di Indonesia. Membicarakan Solo pasti tidak akan pernah lepas dari keraton Solo, pusat pemerintahan terbesar di Jawa kala itu. Keraton yang terletak di pusat kota Solo ini berusia 264 tahun. Tuanya usia keraton ditunjukkan dengan adanya patung-patung dengan gaya arsitektur Belanda yang masih kokoh berdiri mengelilingi keraton hingga sekarang. Pada dasarnya, keraton di Jawa memiliki keterikatan yang kuat dengan dua hal: kekuasaan absolut dan unsur mistis. Jika anda mengunjungi keraton Solo, sudah bisa dipastikan, tidak ada sejengkal pun dari sisi keraton yang tak mengandung nilai mistis.
Begitu masuk keraton, kita dihadapkan pada sebuah tempat tinggal raja dengan halaman pasir yang penuh dengan pohon sawo kecik yang berusia tak kurang dari 200 tahun. Pasir yang terhampar di sepanjang halaman keraton diyakini akan menyembuhkan segala macam jenis penyakit jika kita berjalan di atasnya. Pasir ini pun berusia sama dengan pohon sawo yang menghadirkan suasana sejuk di keraton. Buah sawo kecik dianggap sebagai buah yang keramat. Sesuai dengan namanya, kecik yang berasal dari kata becik yang berarti kebaikan, akan menularkan segala sifat baik jika kita memakannya. Sawo ini tidak boleh dipetik, hanya boleh dimakan ketika buahnya jatuh ke tanah. Pernyataan ini diperoleh Lensa (12/2) dari Setiadi, guide keraton yang juga seorang abdi dalem.
Di depan keraton, terdapat menara berwarna putih yang menjulang tinggi. Menara ini menyandang tiga fungsi, diantaranya ialah: sebagai tempat meditasi. Selain itu, menara ini juga digunakan sebagai tempat untuk berinteraksi dengan kanjeng ratu Roro Kidul, sang penguasa Laut Selatan yang hingga kini masih diyakini keberadaannya. Fungsi yang terakhir ialah untuk melihat rukyah, yaitu kegiatan melihat bulan untuk menentukan datang dan berakhirnya bulan puasa bagi umat Islam.
Sisi lain yang tidak kalah mistis ialah museum keraton yang menyimpan banyak benda purbakala. Seperti museum pada umumnya, benda-benda yang ada di dalamnya adalah seputar benda purbakala yang dulu dipakai oleh keluarga keraton, seperti: kereta kuda, keris, gong, lukisan, peti jenazah, dan lain sebagainya. Bedanya, museum ini sarat dengan nilai mistis, yang bisa mendatangkan kebaikan maupun keburukan dalam diri manusia.
Energi positif yang dimiliki dari benda sakral dalam museum misalnya ialah foto kanjeng Ratu Solo. Abdi dalem menyarankan kita untuk berfoto di depan lukisan ini karena diyakini akan memberikan kelancaran dan kemudahan dalam menjalani kehidupan kita. Selain lukisan tersebut,terdapat payung pusaka yang jika kita mengambil gambarnya dari atas hingga bawah, kita akan mendapatkan kebaikan.
Sedangakan untuk energi negatif, Setiadi melarang kita untuk mengambil gambarnya. Diantara benda-benda keramat berenergi negatif itu adalah: gong penabuh perang yang tidak boleh disentuh dan diambil gambar sedikitpun. Karena seringnya peperangan yang terjadi pada waktu itu, gong ini memiliki permukaan yang rata. Sehingga, sisi tengah gong ini tidak menonjol sebagaimana mestinya. Sampai sekarang, gong ini sering mengeluarkan air dalam bentuk bulir-bulir lurus, layaknya manusia yang menangis. Selain itu, ada juga patung kepala manusia yang tidak boleh diambil fotonya dan didekati oleh wanita yang sedang datang bulan. Konon, patung ini selalu diletakkan di ujung kapal layar raja jika bepergian.
Di belakang area keraton seluas 42 hektar ini juga tidak lepas dari nilai mistis. Begitu tiba di belakang keraton, kita menjumpai padang rumput yang luas. Di dalamnya terdapat beberapa kerbau bule, jenis kerbau berkulit putih yang hanya diarak ke luar keraton setiap tanggal 1 Muharram, dalam perayaan tahun baru Islam. Kerbau ini diarak keliling kota karena diyakini dapat memberikan kebaikan dan rezeki. Konon, kotorannya pun menjadi rebutan warga.
Berkeliling keraton membuat kita memahami dua hal yang bertentangan, namun tak bisa dilepaskan: mistis dan realistis. Setiap jengkal keraton yang memiliki nilai mistis ini sulit dipercaya namun juga tidak bisa diabaikan begitu saja. (IK)

7 komentar:

  1. Hollllllllaaaaaaaaaaa...
    Keren...
    Tampilannya diperbagus yah...^^
    Btw, sering2 jg donk mampir ke blog ku...^^

    BalasHapus
  2. Sawo kecik buah favorite di era 60 -70an di kota Solo. Buahnya kecil, kalo matang cukup manis. Bijinya biasa untuk mainan adu keras atau juga untuk permainan congkak.

    BalasHapus
  3. Sawo kecik buah favorite di era 60 -70an di kota Solo. Buahnya kecil, kalo matang cukup manis. Bijinya biasa untuk mainan adu keras atau juga untuk permainan congkak.

    BalasHapus
  4. Sawo kecik buah favorite di era 60 -70an di kota Solo. Buahnya kecil, kalo matang cukup manis. Bijinya biasa untuk mainan adu keras atau juga untuk permainan congkak.

    BalasHapus
  5. Keraton Surakarta sangat dekat dengan suasana mistis

    BalasHapus
  6. Mantap. Aku memang bukan wong jowo tp, aku suka sejarah dan budaya jawa. Khususnya surakarta/solo.
    Thanks.

    BalasHapus