YOGYAKARTA, LENSA- Beringin merupakan lambang Keraton Yogyakarta, yang bermakna pengayom dan penyejuk bagi yang berlindung di bawahnya. Konon, masyarakat di Yogyakarta tidak berani menanam dengan sengaja pohon beringin di halaman maupun di sekitar rumahnya. Hanya masyarakat yang tinggal di lingkungan Keraton saja yang berani menanamnya karena beringin dianggap suatu tanaman yang mistis. Mereka percaya jika setiap pohon beringin pasti ada penunggunya (makhluk halus). Tak heran apabila beringin pada masa lalu selalu didatangi orang untuk “minta petunjuk”.
Saat ini beringin masih berdiri kokoh di kedua alun-alun keraton (utara dan selatan). Jika anda berkunjung ke Yogyakarta, anda harus mengunjungi objek wisata yang satu ini, yang berada di depan Sasana Hinggil Dwi Abad atau yang biasa disebut Alun-alun Kidul (Selatan). Pohon beringin yang ada di depan alun-alun tersebut menjadi tempat wisata malam yang menarik. Konon apabila kita dapat melewati dua beringin itu dengan mata tertutup, maka permintaan dan cita-cita kita akan terkabul.
Orang-orang di sekitar menyebutnya Mas Angin (masuk antara dua arah mata angin). Mas Angin dilakukan dengan menutup mata menggunakan sapu tangan kemudian berjalan lurus antara beringin timur dan barat. Meskipun terlihat mudah, banyak pengunjung yang berbelok arah begitu mendekati pohon beringin itu.
Hampir setiap malam, banyak pengunjung yang mencoba membuktikan cerita tersebut. “Kalau sekarang, beringin itu hanya sebagai tempat wisata semata. Setiap malam dipenuhi orang, apalagi jika malam Minggu”, ujar Ngadiyo, penjual wedang ronde yang selalu menemani pengunjung dengan rondenya yang hangat.
Dahulu, beringin digunakan sebagai tempat tirakat (berdoa dan mencoba nasib) bagi para pencari ilmu, kata Ngadiyo menjelaskan. Mas Angin atau masuk di antara dua pohon beringin merupakan sesuatu yang istimewa dan klasik di Yogyakarta. Tidak bisa dipungkiri, kesan klasik dan mistis itu menjadi lebih bermakna dan berharga bahkan tidak ada duanya. Gemerlap dunia kota di Jalan Solo dan di Jalan Magelang yang saat ini menjadi tujuan penghilang kejenuhan mahasiswa ternyata masih belum bisa mengalahkan pesona mistis beringin tua.
Menurut Ngadiyo, sebetulnya ada tempat yang jauh lebih klasik dan lebih kental mistiknya dibandingkan dengan beringin Mas Angin, yaitu Sumur Gemuling yang berada di Taman Sari. Konon, sumur tersebut merupakan tempat pertemuan penting antara Sri Sultan dengan Nyi Roro Kidul, penguasa pantai selatan. Hal itu tampak dari tiap inci bangunan klasik tersebut. ”Meskipun rusak, sumur ini tidak boleh dibangun yang baru karena akan menghilangkan unsur-unsur mistisnya, kata penjual ronde itu. (AD)
Saat ini beringin masih berdiri kokoh di kedua alun-alun keraton (utara dan selatan). Jika anda berkunjung ke Yogyakarta, anda harus mengunjungi objek wisata yang satu ini, yang berada di depan Sasana Hinggil Dwi Abad atau yang biasa disebut Alun-alun Kidul (Selatan). Pohon beringin yang ada di depan alun-alun tersebut menjadi tempat wisata malam yang menarik. Konon apabila kita dapat melewati dua beringin itu dengan mata tertutup, maka permintaan dan cita-cita kita akan terkabul.
Orang-orang di sekitar menyebutnya Mas Angin (masuk antara dua arah mata angin). Mas Angin dilakukan dengan menutup mata menggunakan sapu tangan kemudian berjalan lurus antara beringin timur dan barat. Meskipun terlihat mudah, banyak pengunjung yang berbelok arah begitu mendekati pohon beringin itu.
Hampir setiap malam, banyak pengunjung yang mencoba membuktikan cerita tersebut. “Kalau sekarang, beringin itu hanya sebagai tempat wisata semata. Setiap malam dipenuhi orang, apalagi jika malam Minggu”, ujar Ngadiyo, penjual wedang ronde yang selalu menemani pengunjung dengan rondenya yang hangat.
Dahulu, beringin digunakan sebagai tempat tirakat (berdoa dan mencoba nasib) bagi para pencari ilmu, kata Ngadiyo menjelaskan. Mas Angin atau masuk di antara dua pohon beringin merupakan sesuatu yang istimewa dan klasik di Yogyakarta. Tidak bisa dipungkiri, kesan klasik dan mistis itu menjadi lebih bermakna dan berharga bahkan tidak ada duanya. Gemerlap dunia kota di Jalan Solo dan di Jalan Magelang yang saat ini menjadi tujuan penghilang kejenuhan mahasiswa ternyata masih belum bisa mengalahkan pesona mistis beringin tua.
Menurut Ngadiyo, sebetulnya ada tempat yang jauh lebih klasik dan lebih kental mistiknya dibandingkan dengan beringin Mas Angin, yaitu Sumur Gemuling yang berada di Taman Sari. Konon, sumur tersebut merupakan tempat pertemuan penting antara Sri Sultan dengan Nyi Roro Kidul, penguasa pantai selatan. Hal itu tampak dari tiap inci bangunan klasik tersebut. ”Meskipun rusak, sumur ini tidak boleh dibangun yang baru karena akan menghilangkan unsur-unsur mistisnya, kata penjual ronde itu. (AD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar